Mulanya Linda memanfaatkan situs web toko online untuk menjual video game yang sudah tak lagi dipakai oleh anak lelakinya. Senang dengan hasil penjualan itu, dia pun coba-coba melego barang bekas lain.
"Kebanyakan orang tidak tahu bahwa di dalam rumah ada lebih dari 52 barang tak terpakai yang tergeletak begitu saja," ujar ibu dua anak yang sekarang memakai nama toko Linda’s Stuff ini, seperti ditulis Dailymail.co.uk, Kamis (3/9/2015).
Bila diuangkan, sebut Linda, barang-barang itu bisa bernilai sampai 3.000 dollar AS, setara sekitar Rp 40 juga memakai kurs sekarang.
Linda mulai coba-cobanya dari menjual barang-barang bekas miliknya sendiri, seperti pakaian, sepatu, dan aksesoris.
"Sebagai ibu rumah tangga, bukan berarti kegiatan terbatas, kan. Semua orang, termasuk ibu rumah tangga bisa melakukannya. Kita semua bisa mendapat banyak uang dari bisnis ini," ujar Linda.
Tak disangka, baru seminggu menjalani bisnis itu, Linda dihubungi teman-temannya untuk menjualkan juga barang-barang yang tidak terpakai di rumah mereka. Alasan teman-teman Linda, mereka tak punya waktu untuk menjual sendiri barang-barang bekas itu.
Perlahan bisnis coba-coba yang dilakukannya mulai dikenal orang, meskipun hanya lewat promosi mulut ke mulut. Banyak orang minta tolong pada Linda untuk menjualkan barang-barang bekas tak terpakai.
Tak terasa, pada 2006 Linda sudah mempekerjakan 20 karyawan. Melihat ada peluang bisnis yang bisa dijalankan dengan serius, Linda mulai mempelajari metode bisnis online.
Sekarang, setelah 15 tahun sejak dibukanya Linda’s Stuff, ia sudah menghasilkan 25 juta dollar AS. Angka itu senilai sekitar Rp333,325 miliar memakai kurs sekarang.
Tak sekadar jualan
Di Indonesia segelintir orang sudah mulai terinspirasi model bisnis barang bekas seperti yang dilakukan Linda. Terlebih lagi, deretan situs belanja online asal Indonesia mulai bisa dimanfaatkan.
Hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas terhadap responden di 14 kota besar di Indonesia melalui telepon pada 9-11 April 2016, menyebutkan, setidaknya 16,3 persen di antaranya mengaku pernah menjual barang bekas melalui toko online.
Hasil lainnya, dua dari lima responden mengatakan barang bekas yang dijual melalui situs belanja lebih cepat laku. Tak hanya itu, sebagian besar juga menikmati mudahnya bertransaksi dengan pembeli. Bahkan, satu dari 10 responden merasa hampir semua jenis barang bekas yang mereka miliki dapat dijadikan uang segar.
Banyaknya jenis barang bekas terlihat dari kategori barang yang disediakan sejumlah situs web belanja. Beberapa situs belanja biasanya menawarkan lebih dari lima kategori. Di antaranya, gadget, fashion, peralatan rumah tangga, dan hobi.
Bahkan, untuk merangkul penjual barang bekas, tidak jarang situs web belanja online mengadakan beragam event promosi menarik. Selain pemberian insentif seperti hadiah bagi user yang berhasil menjual dengan nilai transaksi tertentu, situs web itu juga kerap mengajak user untuk ikut melakukan gerakan sosial.
OLX Indonesia, misalnya, menggelar kegiatan rutin #BekasJadiBerkah untuk mengajak user membantu sesama dengan berjualan barang bekas selama bulan suci Ramadhan.
Angka partisipasinya pun pada 2015 cukup besar. Bekerja sama dengan beberapa yayasan, penjual barang bekas di OLX yang mengikuti kegiatan tersebut bisa memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Meski peluang bisnis dari barang bekas terbuka lebar, bukan berarti mudah menjalankannya. Linda saja butuh 15 tahun untuk menjadi miliarder seperti sekarang.
Meski tak ada biaya besar seperti bisnis yang harus memiliki toko konvensional, bisnis online tetap memiliki risiko. Masih merujuk data Litbang Kompas, setidaknya tujuh dari sepuluh responden khawatir dengan risiko tertipu bila berbelanja di situs online.
Karenanya, penjual pun harus menghitung reputasi dari situs belanja online yang akan digunakannya melego dagangan. Jangan karena noda reputasi dari user lain di wadah yang tidak tepat, dagangan kita yang malah tidak kunjung laku.
Siap menjadi miliarder seperti Linda?